Wednesday, October 24, 2018

Filsafat: “Jawabanku adalah Pikiranku”
Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan menyinggung tentang filsafat yang mengatakan bahwa filsafat itu adalah subyektif maksudnya diriku adalah diriku dan dirimu adalah dirimu. Untuk memperdalam ilmu tentang filsafat maka Pak Marsigit menyarankan mahasiswa untuk banyak membaca khususnya membaca artikel-artikel yang terdapat dalam blogspot Pak Marsigit yaitu https://powermathematics.blogspot.com/. Dengan media tersebut mahasiswa diharapkan mampu berkonstribusi dalam memberikan komentari setiap artikel-artikel yang telah dibaca dan di dalamnya dapat menjadi referensi terkait filsafat ilmu yang merupakan buah pikiran dari beliau. Pak Marsigit  mengatakan bahwa sekecil-kecilnya dan hal yang sepele pun bisa menjadi sebuah filsafat yang mungkin orang lain mengatakan bahwa tidak penting. Filsafat adalah adab dan tata cara. Salah satu adabnya adalah sebelum engkau kembarakan pikiranmu itu tinggi maka engkau niatkanlah doanya dan engkau kuatkanlah akidahnya dan engkau kuatkanlah imannya. setinggi-tingginya pikiranku semata-mata hanya untuk membangun keyakinanku. Dalam berfilsafat jangan sekali-kali kacau dalam hati karena kacaunya di dalam hati walaupun satu titik itu adalah godaan syaitan. Dan apabila filsafat dinaikkan satu tingkat maka sudah menjadi spiritual. Pak Marsigit menyarankan bahwa supaya engkau dapat berfilsafat maka perbanyaklah membaca.
Pak Marsigit  menjelasakan bahwa di bawah filsafat itu ada psikologi wacana. Psikologi sendiri itu bisa bermacam-macam, bisa psikologi terapan, atau yang lainnya. Pada psikologi wacana kita bisa menggali potensi-potensi apa yang baik untuk diri kita dan baik untuk diri orang lain. Bisa berawal dari yang paling sederhana saja, misalnya nama. Kita bisa memaknai nama kita sendiri. Orang yang berpendidikan, orang yang mengerti masa depan, orang yang mengerti adat itu membuat nama pasti punya maksud, punya aturan, dan tidak sembarangan atau tidak asal. Tidak hanya sekedar mencari sesuatu yang fenomenal.
Terjadi goncangan di dalam pikiran itu tidaklah begitu masalah, tapi janganlah terjadi goncangan di dalam hati. Sedikit saja ada goncangan di dalam hati itu datangnya dari syaiton/setan. Filsafat apabila ditingkatkan adalah spiritual. Semuanya itu adalah spiritual, padahal filsafat itu ya semuanya, termasuk filsafat spiritual. Filsafat spiritual itu adalah memikirkan perasaan. Spiritual itu adalah perasaan, hati, doa, kuasa Tuhan, tidak cukup hanya dengan pikiran. Tetapi kita perlu ilmu dan berpikir untuk mengisi spiritual. Prinsip-prinsip spiritualitas sebagian juga berlaku di dalam filsafat, misalnya dalam kehidupan sehari-hari bahwa mausia itu tidak boleh sombong. Sombong itu adalah godaan setan, dimana sombong itu tertutup dan merasa bisa. Contoh nyatanya adalah yang dilakukan seluruh mahasiswa saat menjawab pertanyaan tes jawab singkat, dimana mahasiswa tidak mengetahui tapi bisa menulis, itu adalah bukti dari kesombongan. Simbol dari kesombongan itu adalah aku dan keakuan, maka Tuhan itu sangat benci pada kesombongan. Sombong itu bisa sadar dan tidak sadar, karena bisa saja karena sudah terbiasa dan memang tabiatnya. Di dalam filsafat, ilmu yang paling tinggi adalah dimana seseorang merasa dia sudah tidak memahami apapun. Sehingga dunia ini kontradiksi, dimana Marsigit tidak sama dengan Marsigit. Jika A = A maka itu harus terbebas dari ruang dan waktu, dan yang terbebas dari ruang dan waktu adanya di dalam pikiran.
Objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada, karena filsafat itu merupakan olah pikir maka yang mungkin ada dimaksudkan yang ada dalam pikiran. Kita mengetahui sedikit yang ada dalam pikiran kita, satu diantara semiliar pangkat semiliar dari keseluruhan yang mungkin ada yang bisa kita pikirkan. Atau juga yang ada dan yang mungkin ada di dalam hati. Dalam spiritual, yang ada dan yang mungkin ada di dalam hati. Permasalahan dalam filsafat hanya ada 2 macam, yaitu : bagaimana kamu bisa menjelaskan yang ada dalam pikiranmu, dan bagaimana kamu mengerti apa yang di luar pikiranmu. Sejak zaman Socrates dari 200 tahun yang lalu, terbukti tidak ada orang yang mampu melakukannya. Yang ada adalah semua orang atau sebagian orang mengaku merasa mengerti. Belajar berfilsafat adalah memposisikan diri dan mendudukan kembali kesadaran manusia yang sudah merasa mengerti sebetul-betulnya hanya sebagian. Persoalan hidup yang utama adalah filosofis dikarenakan manusia tidak paham keseluruhan, manusia hanya paham sebagian. Maka parsialitas hidup sebagian itu adalah tempat godaan syaitan terhadap manusia melalui sifat manusia yang tidak sempurna yaitu berbicara parsial, memikirkan parsial, dan mendengarkan parsial.
Terdapat beberapa pertanyaan berkaitan dengan materi filsafat ilmu yang disampaikan oleh Pak Marsigit, pertanyaan dari Luthfannisa tentang “Mengapa filsafat menggoyahkan yang mantap menjadi tidak mantap?”.
Pak Marsigit menjawab bahwa kehidupan berfilsafat menggunakan ilmu. Pak Marsigit bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan karena menggunakan fisika sehingga belajar metafisika. Contoh metafisika bisa melalui warna handphone Pak Marsigit. Ilmu fisika mengatakan, warna adalah gelombang pantulan dari benda karena sinar. Tapi yang sebenar-benarnya warna adalah milik yang terserap dari benda itu yang tidak dipantulkan. Maka warna hitam sebenarnya adalah pantulan dari cahaya yang memasuki mata. Apa yang dipantulkan ke mata bukan warnanya melainkan yang terserap dari benda. Jadi warna handphone Pak Marsigit adalah selain hitam.
Manusia pada hakekatnya dalam keadaan merugi karena salah tapi sebagian kecil dari mereka mengetahui kesalahannya. Berfilsafat merefleksikan diri dan bukan diri. Diri dan yang lainnya. Karena sebenarnya yang mantap itu sudah berupa menjadi mayat akibat tidak berpikir lagi. Berfilsafat adalah olah pikir yang sebenar-benarnya. Seperti warna handphone tadi, jika mantap mengatakan berwarna hitam maka tidak berpikir. Itulah mengapa manusia sering terperangkap oleh mitos. 
Pikiran kacau sedang mengalami disorientasi. Filsafat adalah sopan santun. Filsafat adalah kedudukan. Filsafat adalah adab. Filsafat adalah derajat. Untuk memperolah derajat yang tinggi, maka raihlah maghfirah, sakina, mawadah, dan warahmah. Hidup harus semangat agar tidak terancam kematian. Sebenar-benarnya mayat, sudah tidak berfungsi seperti dengan fungsinya. Itulah keterbatasan manusia.
Pertanyaan lain dari Fano tentang “Apa di dunia ini ada yang berlaku sebagai bukan benar dan bukan salah?”
Pak Marsigit menjawab bahwa banyak sekali, misalnya saya dan kamu itu merupakan bukan benar dan bukan salah. Contoh : A adalah himpunan dari x dimana x ≠ x, apakah x anggota himpunan A? Jawabannya : x merupakan angota dan bukan anggota himpunan A, jadi x itu merupakan benar dan bukan benar sebagai anggota A. Kenapa? Karena kedua unsur tersebut ada dalam himpunan A.
Begitupun dalam berfilsafat jika kita salah menempatkannya akan berbahaya. Bahayanya berfilsafat jika tidak memperhatikan ruang dan waktu, parsial, dan salah paham. Misalnya : Bisakah tuhan menciptakan batu yang dangat besar sedemikian rupa sehingga tuhan sendiri tidak mampu mengangkanya. kalau Tuhan bisa membuat batu berarti Tuhan tidak bisa mengangkat batu itu sedangkan Tuhan pasti bisa mengangkat batu itu, tetapi kalau Tuhan bisa mengangkat batu itu berarti Tuhan tidak bisa membuat batu.
Lantas dimana salahnya? Itu bukan salah bukan benar. itu karena negatif dan positif dijadikan satu. Maka, janganlah coba-coba bermain-main dengan unsurnya syaitan. Janganlah berkompromi dengan syaitan, jangan coba-coba berteman dengan syaitan, hiduplah yang lurus-lurus saja, jurusan surga, yang baik-baik saja, caranya berdoalah dalam keadaan apapun. Doa yang paling tinggi adalah memanggil/menyebut nama Tuhan. Jika satu saja doamu didengar oleh Tuhan maka kamu masuk kedalam kapsulnya Tuhan. Dan jika kamu berada didalam kapsulnya Tuhan, maka aman dan selamatlah hidupmu di dunia dan akhirat. Namun, bermilyar-milyar kamu memanggil nama Tuhan belum tentu didengar oleh Tuhan, maka agar doa mu didengar didengar oleh Tuhan setiap agama mempunyai metotodologinya masing-masing. Urusan dunia yang memuat akhirat dan urusan akhirat yang memuat dunia karena adanya infinitigres (pikiran) dan jika dinaikkan lagi karena adanya kuasa Tuhan.
Pertanyaan lain dari Rindang tentang “Pandangan filsafat dalam pelecahan agama itu seperti apa?”
Pak Marsigit menjawab bahwa kita harus selalu berhati-hati, karena hal ini merupakan berasal dari komunitas korban hoax. Agama jika dalam kajian kita masuk kedalam spiritualitas, sedangkan pelecahan itu termasuk pemanfaatan bahasa. Bahasa tidak akan mampu mencerminkan pikiran, maka terkadang pikiran saja tidak terlalu lengkap apalagi bahasa ada yang disadari, tidak disadari, sepenggal-penggal dan sebagainya. Sehingga hal tersebut bisa memberikan suatu makna berbeda terhadap  apa yang dimaksudkan, maka dari itu akan menimbulkan suatu pelecehan. Pelecehan agama itu terjadi jika tidak menerapkan dalil-dalil sesuai dengan ruang dan watunya, maka apalah daya pikiran kita dalam memikirkan agama, hal tersebut hanya bisa kita rasakan ketika kita berdoa. Namun ketika berdoa, apakah kita mengerti maksud semua dari doa? Sebagian doa yang kita hafal itu, ada yang kita tidakpahami artinya. Tidak paham itu artinya pikiran, tetapi kenapa kita laksanakan sedangkan kita disini tidak memahaminya. Alasannya karena punya hati yang memilikki keyakinan. Jadi walaupun aku tidak paham aku memiliki sebuah keyakinan bahwa dengan membaca doa ini akan diridhoi oleh Tuhan.
Jadi sangat potensial sekali pelecahan terjadi, sebetulnya semua itu tergantung dari niat awal atau motif. Kemudian ambisus, ambisisus itu merupakan cita-cita yang diniati dengan ego dan sifat determine yang besar, semua itu harus dibarengi dengan motif, doa, dan komunikasi. Jika hanya ambisi saja dikhawatirkan akan terjebak dalam tempat yang sempit dan parsial yang seakan-akan hal tersebut sudah menjadi kebenaran yang universal, namun sebetulnya tidak. Misalnya ambisius salah satunya dapat menimbulkan keadaan perfectionist, perfect itu yang mengidam-idamkan atau menginginkan segala sesuatu itu sempurna. Padahal sebenar-benarnya manusia yang sempurna itu adalah yang sadar akan ketidaksempurnaan. Maka yang dikatakan perfect itu adalah sempurna dalam kesempurnaan, sempurna dalam ketidaksempurnaan dan tidak sempurna dalam kesempurnaan. Tetapi jika kita parsial perfect itu sempurna sesuai dengan yang dipikirkan dan dirasakan, namun hal tersebut mengakibatkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Maka dari itu ambisi harus diimbangi dengan ikhtiar dan doa. Jadi dalam menghadapi persoalan, solusinya bisa cepat atau lambat, bahkan bisa bertahun-tahun. Sabar, berdoa dan ikhtiar yang perlu kita lakukan dalam menentukan sebuah solusi.
Alhamdulillahi robbil’alamin
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

No comments:

Post a Comment