Filsafat: “Jawabanku adalah Pikiranku”
Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Pak
Marsigit mengawali perkuliahan dengan menyinggung tentang filsafat yang
mengatakan bahwa filsafat itu adalah subyektif maksudnya diriku adalah diriku
dan dirimu adalah dirimu. Untuk memperdalam ilmu tentang filsafat maka Pak
Marsigit menyarankan mahasiswa untuk banyak membaca khususnya membaca
artikel-artikel yang terdapat dalam blogspot Pak Marsigit yaitu https://powermathematics.blogspot.com/.
Dengan media tersebut mahasiswa diharapkan mampu berkonstribusi dalam
memberikan komentari setiap artikel-artikel yang telah dibaca dan di dalamnya
dapat menjadi referensi terkait filsafat ilmu yang merupakan buah pikiran dari
beliau. Pak Marsigit mengatakan bahwa
sekecil-kecilnya dan hal yang sepele pun bisa menjadi sebuah filsafat yang
mungkin orang lain mengatakan bahwa tidak penting. Filsafat adalah adab dan
tata cara. Salah satu adabnya adalah sebelum engkau kembarakan pikiranmu itu
tinggi maka engkau niatkanlah doanya dan engkau kuatkanlah akidahnya dan engkau
kuatkanlah imannya. setinggi-tingginya pikiranku semata-mata hanya untuk
membangun keyakinanku. Dalam berfilsafat jangan sekali-kali kacau dalam hati
karena kacaunya di dalam hati walaupun satu titik itu adalah godaan syaitan. Dan
apabila filsafat dinaikkan satu tingkat maka sudah menjadi spiritual. Pak
Marsigit menyarankan bahwa supaya engkau dapat berfilsafat maka perbanyaklah
membaca.
Pak
Marsigit menjelasakan bahwa di bawah
filsafat itu ada psikologi wacana. Psikologi sendiri itu bisa bermacam-macam,
bisa psikologi terapan, atau yang lainnya. Pada psikologi wacana kita bisa
menggali potensi-potensi apa yang baik untuk diri kita dan baik untuk diri
orang lain. Bisa berawal dari yang paling sederhana saja, misalnya nama. Kita
bisa memaknai nama kita sendiri. Orang yang berpendidikan, orang yang mengerti
masa depan, orang yang mengerti adat itu membuat nama pasti punya maksud, punya
aturan, dan tidak sembarangan atau tidak asal. Tidak hanya sekedar mencari
sesuatu yang fenomenal.
Terjadi
goncangan di dalam pikiran itu tidaklah begitu masalah, tapi janganlah terjadi
goncangan di dalam hati. Sedikit saja ada goncangan di dalam hati itu datangnya
dari syaiton/setan. Filsafat apabila ditingkatkan adalah spiritual. Semuanya
itu adalah spiritual, padahal filsafat itu ya semuanya, termasuk filsafat
spiritual. Filsafat spiritual itu adalah memikirkan perasaan. Spiritual itu
adalah perasaan, hati, doa, kuasa Tuhan, tidak cukup hanya dengan pikiran.
Tetapi kita perlu ilmu dan berpikir untuk mengisi spiritual. Prinsip-prinsip
spiritualitas sebagian juga berlaku di dalam filsafat, misalnya dalam kehidupan
sehari-hari bahwa mausia itu tidak boleh sombong. Sombong itu
adalah godaan setan, dimana sombong itu tertutup dan merasa bisa. Contoh
nyatanya adalah yang dilakukan seluruh mahasiswa saat menjawab pertanyaan tes
jawab singkat, dimana mahasiswa tidak mengetahui tapi bisa menulis, itu adalah
bukti dari kesombongan. Simbol dari kesombongan itu adalah aku dan keakuan,
maka Tuhan itu sangat benci pada kesombongan. Sombong itu bisa sadar dan tidak
sadar, karena bisa saja karena sudah terbiasa dan memang tabiatnya. Di dalam
filsafat, ilmu yang paling tinggi adalah dimana seseorang merasa dia sudah
tidak memahami apapun. Sehingga dunia ini kontradiksi, dimana Marsigit tidak
sama dengan Marsigit. Jika A = A maka itu harus terbebas dari ruang dan waktu,
dan yang terbebas dari ruang dan waktu adanya di dalam pikiran.
Objek
filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada, karena filsafat itu merupakan
olah pikir maka yang mungkin ada dimaksudkan yang ada dalam pikiran. Kita
mengetahui sedikit yang ada dalam pikiran kita, satu diantara semiliar pangkat
semiliar dari keseluruhan yang mungkin ada yang bisa kita pikirkan. Atau juga
yang ada dan yang mungkin ada di dalam hati. Dalam spiritual, yang ada dan yang
mungkin ada di dalam hati. Permasalahan dalam filsafat hanya ada 2 macam, yaitu
: bagaimana kamu bisa menjelaskan yang ada dalam pikiranmu, dan bagaimana kamu
mengerti apa yang di luar pikiranmu. Sejak zaman Socrates dari 200 tahun yang
lalu, terbukti tidak ada orang yang mampu melakukannya. Yang ada adalah semua orang atau
sebagian orang mengaku merasa mengerti. Belajar berfilsafat adalah memposisikan
diri dan mendudukan kembali kesadaran manusia yang sudah merasa mengerti
sebetul-betulnya hanya sebagian. Persoalan hidup yang utama adalah filosofis
dikarenakan manusia tidak paham keseluruhan, manusia hanya paham sebagian. Maka
parsialitas hidup sebagian itu adalah tempat godaan syaitan terhadap manusia melalui
sifat manusia yang tidak sempurna yaitu berbicara parsial, memikirkan parsial,
dan mendengarkan parsial.
Terdapat
beberapa pertanyaan berkaitan dengan materi filsafat ilmu yang disampaikan oleh
Pak Marsigit, pertanyaan dari Luthfannisa tentang “Mengapa filsafat menggoyahkan yang mantap menjadi tidak mantap?”.
Pak
Marsigit menjawab bahwa kehidupan berfilsafat menggunakan ilmu. Pak Marsigit
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan karena menggunakan fisika sehingga belajar
metafisika. Contoh metafisika bisa melalui warna handphone Pak Marsigit. Ilmu
fisika mengatakan, warna adalah gelombang pantulan dari benda karena sinar.
Tapi yang sebenar-benarnya warna adalah milik yang terserap dari benda itu yang
tidak dipantulkan. Maka warna hitam sebenarnya adalah pantulan dari cahaya yang
memasuki mata. Apa yang dipantulkan ke mata bukan warnanya melainkan yang
terserap dari benda. Jadi warna handphone Pak Marsigit adalah selain hitam.
Manusia
pada hakekatnya dalam keadaan merugi karena salah tapi sebagian kecil dari
mereka mengetahui kesalahannya. Berfilsafat merefleksikan diri dan bukan diri.
Diri dan yang lainnya.
Karena sebenarnya yang mantap itu sudah
berupa menjadi mayat akibat tidak berpikir lagi. Berfilsafat adalah olah pikir
yang sebenar-benarnya. Seperti warna handphone tadi, jika mantap mengatakan
berwarna hitam maka tidak berpikir. Itulah mengapa manusia sering terperangkap
oleh mitos.
Pikiran
kacau sedang mengalami disorientasi. Filsafat
adalah sopan santun. Filsafat adalah kedudukan. Filsafat adalah adab. Filsafat
adalah derajat. Untuk memperolah derajat yang tinggi, maka raihlah maghfirah,
sakina, mawadah, dan warahmah. Hidup harus semangat agar tidak terancam
kematian. Sebenar-benarnya mayat, sudah tidak berfungsi seperti dengan
fungsinya. Itulah keterbatasan manusia.
Pertanyaan
lain dari Fano tentang “Apa di dunia ini ada yang berlaku sebagai
bukan benar dan bukan salah?”
Pak
Marsigit menjawab bahwa banyak sekali, misalnya saya dan kamu itu merupakan
bukan benar dan bukan salah. Contoh : A adalah himpunan dari x dimana x ≠ x,
apakah x anggota himpunan A? Jawabannya : x merupakan angota dan bukan anggota
himpunan A, jadi x itu merupakan benar dan bukan benar sebagai anggota A.
Kenapa? Karena kedua unsur tersebut ada dalam himpunan A.
Begitupun
dalam berfilsafat jika kita salah menempatkannya akan berbahaya. Bahayanya
berfilsafat jika tidak memperhatikan ruang dan waktu, parsial, dan salah paham.
Misalnya : Bisakah tuhan menciptakan batu yang dangat besar sedemikian rupa
sehingga tuhan sendiri tidak mampu mengangkanya. kalau Tuhan bisa membuat batu
berarti Tuhan tidak bisa mengangkat batu itu sedangkan Tuhan pasti bisa
mengangkat batu itu, tetapi kalau Tuhan bisa mengangkat batu itu berarti Tuhan
tidak bisa membuat batu.
Lantas
dimana salahnya? Itu bukan salah bukan benar. itu karena negatif dan positif
dijadikan satu. Maka, janganlah coba-coba bermain-main dengan unsurnya syaitan.
Janganlah berkompromi dengan syaitan, jangan coba-coba berteman dengan syaitan,
hiduplah yang lurus-lurus saja, jurusan surga, yang baik-baik saja, caranya
berdoalah dalam keadaan apapun. Doa yang paling tinggi adalah
memanggil/menyebut nama Tuhan. Jika satu saja doamu didengar oleh Tuhan maka
kamu masuk kedalam kapsulnya Tuhan. Dan jika kamu berada didalam kapsulnya
Tuhan, maka aman dan selamatlah hidupmu di dunia dan akhirat. Namun, bermilyar-milyar
kamu memanggil nama Tuhan belum tentu didengar oleh Tuhan, maka agar doa mu
didengar didengar oleh Tuhan setiap agama mempunyai metotodologinya
masing-masing. Urusan dunia yang memuat akhirat dan urusan akhirat yang memuat
dunia karena adanya infinitigres (pikiran) dan jika dinaikkan lagi karena
adanya kuasa Tuhan.
Pertanyaan
lain dari Rindang tentang “Pandangan filsafat dalam pelecahan agama
itu seperti apa?”
Pak
Marsigit menjawab bahwa kita harus selalu berhati-hati, karena hal ini
merupakan berasal dari komunitas korban hoax. Agama jika dalam kajian kita
masuk kedalam spiritualitas, sedangkan pelecahan itu termasuk pemanfaatan
bahasa. Bahasa tidak akan mampu mencerminkan pikiran, maka terkadang pikiran
saja tidak terlalu lengkap apalagi bahasa ada yang disadari, tidak disadari,
sepenggal-penggal dan sebagainya. Sehingga hal tersebut bisa memberikan suatu
makna berbeda terhadap apa yang
dimaksudkan, maka dari itu akan menimbulkan suatu pelecehan. Pelecehan agama
itu terjadi jika tidak menerapkan dalil-dalil sesuai dengan ruang dan watunya,
maka apalah daya pikiran kita dalam memikirkan agama, hal tersebut hanya bisa
kita rasakan ketika kita berdoa. Namun ketika berdoa, apakah kita mengerti
maksud semua dari doa? Sebagian doa yang kita hafal itu, ada yang kita
tidakpahami artinya. Tidak paham itu artinya pikiran, tetapi kenapa kita
laksanakan sedangkan kita disini tidak memahaminya. Alasannya karena punya hati
yang memilikki keyakinan. Jadi walaupun aku tidak paham aku memiliki sebuah
keyakinan bahwa dengan membaca doa ini akan diridhoi oleh Tuhan.
Jadi
sangat potensial sekali pelecahan terjadi, sebetulnya semua itu tergantung dari
niat awal atau motif. Kemudian ambisus, ambisisus itu merupakan cita-cita yang
diniati dengan ego dan sifat determine yang besar, semua itu harus
dibarengi dengan motif, doa, dan komunikasi. Jika hanya ambisi saja
dikhawatirkan akan terjebak dalam tempat yang sempit dan parsial yang
seakan-akan hal tersebut sudah menjadi kebenaran yang universal, namun
sebetulnya tidak. Misalnya ambisius salah satunya dapat menimbulkan keadaan perfectionist,
perfect itu yang mengidam-idamkan atau menginginkan segala sesuatu itu
sempurna. Padahal sebenar-benarnya manusia yang sempurna itu adalah yang sadar
akan ketidaksempurnaan. Maka yang dikatakan perfect itu adalah sempurna dalam
kesempurnaan, sempurna dalam ketidaksempurnaan dan tidak sempurna dalam
kesempurnaan. Tetapi jika kita parsial perfect itu sempurna sesuai dengan yang
dipikirkan dan dirasakan, namun hal tersebut mengakibatkan ketidaksesuaian
dengan orang lain. Maka dari itu ambisi harus diimbangi dengan ikhtiar dan doa.
Jadi dalam menghadapi persoalan, solusinya bisa cepat atau lambat, bahkan bisa
bertahun-tahun. Sabar, berdoa dan ikhtiar yang perlu kita lakukan dalam
menentukan sebuah solusi.
Alhamdulillahi
robbil’alamin
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh